Batas Desa Yang Tidak Jelas Sumber Konflik Agraria di Sumsel

12-03-2014 / KOMISI II

Banyaknya daerah pemekaran di Sumatera Selatan (Sumsel) yang belum jelas batas antar desanya telah mengundang konflik agraria (pertanahan). Konflik tersebut semakin rumit ketika melibatkan dua perusahaan swasta yang mengklaim telah mendapat izin pemanfaatan lahan atas lahan yang sama dari dua pemerintahan kabupaten.

Demikian terungkap dalam pertemuan Komisi II DPR RI dengan Kepala Kanwil BPN Sumsel Afrizal di Palembang, Senin (10/3). Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi II ke Sumsel Khatibul Umam Wiranu, mengatakan, konflik tanah biasanya agak rumit diselesaikan dan makan waktu lama pula penyelesaiannya.

Untuk itu, Komisi II telah merumuskan RUU Pertanahan yang lebih konfrehensif untuk menyelesaikan berbagai konflik pertanahan tersebut. Dalam RUU ini, ada polisi tanah yang nanti bertugas menjaga batas tanah dan memediasi setiap konflik agraria.

Kakanwil BPN Sumsel mengapresiasi RUU yang sedang dibahas Komisi II tersebut. Dengan RUU itu, BPN di seluruh Indonesia tidak galau lagi bekerja menyelesaikan konflik agraria.

Kakanwil BPN Sumsel menjelaskan, walaupun Komisi II DPR telah menetapkan batas wilayahnya dalam dokumen pemekaran, tapi ketika dicocokkan ke lokasi perbatasan, tetap saja tidak mendapat kejelasan, karena faktor alam dan klaim masing-masing pemerintah kabupaten. Untuk kasus seperti itu, Kanwil BPN Sumsel biasanya menetapkan lahan sengketa di perbatasan sebagai status quo, sampai ada penjelasan lebih lanjut dari panitia pemekaran dan Komisi II DPR.

Informasi lainnya yang didapat Tim Komisi II DPR adalah BPN Sumsel ternyata selalu kekurangan alat ukur dan juru ukur. Dari 4 juta hektar lebih luas bidang tanah di Sumsel, baru seperempatnya saja yang disertifikatkan. Kekurangan juru ukur jadi kendala tersendiri. Saat ini hanya ada 38 orang petugas juru ukur. Idealnya, kata Kakanwil BPN Sumsel, mesti ada 122 petugas juru ukur.

Bahkan, lanjut Kakanwil BPN, Kabupaten OKU Selatan belum memiliki kantor sendiri. Selama ini masih menyewa gedung. Melihat realitas tersebut, BPN Sumsel meminta Komisi II untuk memberi perhatian khusus pada BPN Sumsel.

Khatibul Umam menyatakan keprihatinannya. Bila kekurangan alat ukur dan juru ukur, BPN Sumsel tidak bisa bekerja optimal. Ini menjadi bekal informasi yang berharga untuk disampaikan kepada Kepala BPN pusat saat raker nanti. (mh)/foto:husen/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Tunggu Arahan Presiden, Pemindahan ASN ke IKN Tidak Perlu Grasah-Grusuh
12-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad menegaskan pemindahan Aparatur Sipil Negara harus tunggu arahan Presiden Prabowo...
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...